Jumat, 11 Februari 2011

Batas waktu



Tiba-tiba aku terbangun.
Dihentak mimpi.
Kembali mimpi itu,
mimpi yang sama.
Tentang suatu kehilangan.
Tentang janji
yang menggeram lantang di hati.

Kuhitung detik-detik batas waktu.
Terus berkurang.
Semakin sempit.
Tak memberiku ruang.
Teringat batas yang kutulis
dengan tangan bodoh.

Hah..... Kuhela nafas panjang.
Sebatang rokok mulai menyala.
Mengepulkan asap bimbang.
Secuil ingatan pada nasihat Nabi Daud,
meruntuhkan tangga-tangga egoku.
Melemaskan genggam.
 
Kupalingkan wajah
mengejar impian yang terputus.
Teringat mozaik-mozaik yang sedang kucari,
dan ingin kurengkuh.
menggelegarkan lagi harapan untuk meraihnya.
Asap putih semakin memenuhi ruang kamarku.
Dini hari ini.

Semua seakan terangkum.
Tentang langkah yang terantuk dinding.
Tentang diri yang harus terus belajar bersabar.
Antara harapan dan ketidakpedulian.
Antara niat dan kenyataan.
 
Tapi aku manusia biasa.
Tak ingin kuhidu pengap angin laut sendiri.
Aku ingin saat kembali masih ada.
Dan untuk kembali bersama.

Hah...aku ingin berteriak saja,
akalku tak sampai.
Acuhku tentang janji seolah ditakacuhkan mimpi.
Geram............
Kemana tautan logis merumuskan semua.
Kutahu sesuatu mengamatiku
yang terus saja merajakan pikir.

Jantungku berdetak lebih keras.
Akankah ini sebuah petanda
bahwa itu akan terjadi lagi?
Aku tak tahu....

Aku hanya mohon kepada-Mu.
Jangan lagi!
Jangan lagi terjadi!
Karena aku belum siap untuk bersyukur,
atas apa yang sebenarnya tidak mau aku terima.
Seperti yang terakhir kukatakan padanya
dalam bahasa yang mungkin tak terpahami.
 
Kuharap ini Engkau kabulkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar