Tanpa bermaksud berbicara ke arah gender, aku memang tak menyukai warna pink, dalam arti terhadap barang-barang yang akan kupakai sendiri. Tapi jika warna itu digunakan oleh wanita, ow aku suka banget karena makin kelihatan ayune. Malah sedap dipandang.
Namun, nasib orang siapa tang tahu. Ketika aku pindah kost. Kost baru ini rupanya memiliki aura gerah kalau memasiki musim kemarau. Terpaksa aku pun pergi ke toko elektronik untuk membeli kipas angin. Tetapi tak ada satu pun yang cocok (harganya!). Namun saat melirik ke bandrol kipas angin yang terletak di sudut, mataku terbelalak ini dia harga yang kucari. Tapi ya Tuhan, kenapa warnanya pink?. Kutanya penjaga toko itu. Adakah warna lain selain WARNA YANG INI. Katanya tak ada lagi, cuma mahluk itulah satu-satunya yang tersisa. Dalam hati, bukan tersisa tapi tak distok karena tak laku. Mengingat ehmm... kualitas plastiknya memang sedikit meragukan. Tapi harganya itu yang cocok buat kantong yang tipis. Harganya yang bikin jatuh hati.
Dengan terpaksa kuboyong juga si Pinky ini ke kamar kostku. Sesuai dengan harganya yang miring, performa si Pinky ini pun cepat sekali miring. Baru beberapa bulan, mulai terdengar rintihannya saat kepalanya berputar. Suaranya kadang kala mirip suara baling-baling hercules kehabisan oli. Tapi tak apalah aku ibaratkan saja rintihannya seperti rintihan gadis yang menanti kekasihnya pulang. Jeleger...
Gambar di atas bukanlah penampakan asli Si Pinky, itu si Pinky yang merek mahal. Gambar si Pinkyku tak disediakan oleh Mbah Google, karena memang sama sekali tak terkenal.
Kadang aku bertanya seandainya si Pinky sakit akankah kubawa dia ke montir kipas angin? atau kukubur saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar