Minggu, 19 Desember 2010

Sketsa perjalanan


#
Ada pepatah jangan telat bangun nanti rezekinya dipatuk ayam. Apakah itu berlaku di sini, jam 1, 2, 3, sampe jam 4, mereka para pedagang asongan itu belum tertidur. Hilir mudik berteriak mempromosikan dagangannya. Di antara mata-mata yang sudah terlelap. Tercekat hingga ada jeda nafas sesaat  ketika terpaku menelaah ini semua. Mereka terus bersemangat. Tuhan  begitu baik padaku. Hey ayam, rezekimu dipatuk manusia-manusia bersemangat itu.

#
Terlalu pagi untuk meneruskan langkah ini, fajar pun masih tertidur. Sejenak langkah kuhentikan di sebuah warung. Segelas kopi menemani kepulan asap harum. Ada ibu tua di sebelahku beranjak berdiri setelah makan pagi yang kepagian, beliau terlupa kalau saat makan tadi sandal dilepaskannya. Saat diingatkan si pedagang dan kukatakan padanya "Sandalnya terlupa bu?". Ia menjawab "Wes tuo. Dadi lali!" sambil tersenyum ramah, senyum pagi yang sedikit banyak cukup menyegarkanku. Kubalas dengan senyum. Ini Indonesia bung!


#
Lalu aku pun memesan makan pagi, telur bulat, sayur sop (memang cuma itu yang sesuai perutku) dan teh panas. Makanannya masih panas, tadi kulihat wanita muda baru memasaknya. Nasi setengah porsi aku kira  terlalu banyak, walau akhirnya kandas semuanya. Bersamaan saat aku makan, kumelihat si mas pedagang yang asli Lamongan itu pun mengambil sepiring nasi. Ditambahkannya kuah sayur  pedas dan, ....... sudah. Hanya itu. Plastik kecil berisi krupuk diambilnya. Menjadi lauknya. Lagi aku tercekat. Mereka prihatin. Aku yakin di balik keprihatinan itu ada tanggungjawab besar. Aku tak melihatnya, tapi itu terasa. Mungkin di Lamongan sana anak dan keluarganya menanti kiriman uang tiap bulan. Dan demi itu maka prihatin adalah jalannya. Huh...!!!

#
Masih juga jam 5 pagi. Aku melangkah lalu duduk lagi sejenak di keramik tepat di bawah tiang peron. Lagi-lagi handphone kukeluarkan dari saku, tanpa tahu apa yang mau kuperbuat dengan alat elektronik ini. Sepi tak ada aktivitas digital. Tak apa menunggu sejenak. Mungkin nanti ada siang yang indah. Berlalu di depanku gadis kecil, mungkin baru 3 tahun, dituntun ayahnya. Jalannya cepat seperti agak berlari mengikuti derap kaki sang ayah. Dia terus berbicara. Lucu dan menggemaskan.

#
Tak lama melintas lagi bocah cowok dan ayahnya, ini mungkin baru 2 tahun. Berlari di aula peron. Melihat mainan yang memancarkan cahaya yang dijalankan pedagang mainan. Apa tidak telalu pagi dia berjualan? Si anak terus berkicau ke ayahnya. Namun dia sepertinya kalah strategi bujukan si ayah. Mereka berlalu tanpa hasil bagi si bocah. Hmmm....!

#
Ada seperti suara pasir yang dialirkan di atas seng. Gleeeeeees seeer!!! Terasa di dadaku. "How about you?" suara diriku bertanya pada diriku. Seperti mendengar ada suara kucing mengeong. Seperti  di peron. Mengeong merindukan reproduksi. Reproduksi yang insani (dan Islami).

#
Tak berkaca, bagiku tak penting. Cukup cuci muka dan mengusap rambutku. Sedari kecil aku memiliki ritual setiap beberapa bulan untuk dipaksa memangkas rambut. Kribo ikal mayang melambai malas, mungkin itu gambaran rambutku yang indah ini. Beranjak dewasa lalu kuliah. Menghilanglah cermin dari aksesoris kamarku. Jadi sisiran itu cukup dengan perasaan. Jika terasa sudah tersisir semua, ya sudah. itu sudah cukup. Pasti sudah ganteng (perasaan). Lha iya, wong dari sononya juga sudah ganteng dan mempesona. Meskipun gondrong kumel dan amburadul.

#
Kok jadi teringat sama pak Mario Teguh. Penampilan itu penting karena itu untuk menyakinkan klien pada pandangan pertama dan menentukan harga anda, katanya. Oh iya makanya MT ga pernah gondrong (atau memang tak bisa gondrong?toweng...toweng..!!!). Tapi MT ini orang yang banyak berjasa dengan kalimat indahnya yang menggugah semangat, mengingatkan hal sepele yang berharga yang suka terlupakan. Thanx MT! Salam Super!

#
Matahari sudah tersenyum. Tak jadi siang menjadi indah. Lalu aku pun beranjang pergi menuju USS Nimitz. Dua minggu yang lalu aku meninggalkan Nimitz. Lalu ada enggan melingkupi saat diperjalanan pergi. Membuat terdiam dan skak mat.

#
Dalam rentang ada tentang menjaga dan dijaga. Tentang membatasi dan dibatasi. Jika juga dan maka juga. Aku lelah. Aku ingin tidur. Aku ingin lelap. Melelapkan semua ini ke lautan mimpi (sejenak). Baiklah . Sebuah bantal terlihat menangis, akan menjadi korban landasan pacu pulau kapuk. Z....Z....z...z...!

#
Pahlawan hidupku menangis membangunkan tidurku. Hanya air mata yang berbicara. "Melangkahlah nak, Tuhan yang mengatur rezeki hamba-Nya".

#
Siang ini sebuah cincin ditunjukkan padaku. Aku terdiam. Dan Titik.

.
18 Desember 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar