Rabu, 04 Mei 2011

Jangan mengukur orang lain dengan pakaian sendiri


Ada seorang karyawan yang baik akan dimutasikan ke seuatu departemen di pabrik kimia. Namun sayangnya sang manajer di departemen baru tersebut tak menyukai si karyawan, entah dengan alasan apa. Padahal si karyawan ingin berbuat yang terbaik untuk depatemen yang dipimpin sang manajer. Rekan di departemen baru tersebut pun terkesan dengan kesungguhan si karyawan itu.

Segala cara dicari si manajer untuk menunjukkan kejelekan si karyawan. Baik yang memang benar kejelekannya yang memang fakta atau kejelekkan yang dicari-cari (ngarang.com). Suatu hari si manajer memasuki ruangan kerja si karyawan. Terciumlah bau asap rokok, keras kayak asam Dji Sam Soe. Memang sebelumnya ada seorang perokok rekan kerja si karyawan mampir ke ruangan dia sehabis dari ruang smoking area. Ditambah lagi terlihat ada bolong kecil di baju si karyawan, kecil banget. Seperti bekas terpercik api rokok. 

Kebetulan sang manajer ini perokok. Ciri-ciri tersebut langsung tersambung di benaknya karena dia terbiasa melakukan itu. Jadi tanpa berpikir panjang lagi langsung saja si manajer memaki si karyawan dan menyebarkan ke departemennya kalau si karyawan merokok di areal non-smoking pabrik. Si karyawan tentu saja membantah tudingan tersebut. Tapi apa lacur. Dia sudah diukur dengan pakaian si manajer. Dengan pakaian si manajer

Padahal si karyawan itu bukanlah seorang perokok. Baju yang ada titik bolong itu  merupakan pinjaman dari temannya yang perokok tadi. Akhirnya mulailah gunjingan menyebar kalau si karyawan merokok di areal non-smoking dan bla-bla-bla. Padahal merokok di area non-smoking di sebuah perusahaan kimia tersebut merupakan hal berbahaya. Dan itu sangat dipahami si karyawan.

 
Jangan mengukur orang lain dengan pakaian sendiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar