Kamis, 05 Mei 2011

Hujan Angin

sore ini hujan
deras sekali...
pohon pun tumbang
dicium angin

dari jendela
kulihat kupu-kupu tersapu
malu
terhempas
tak berdaya

seperti itukah kau kawan, aku, mereka....

semoga bukan...

tidak...

20090814

Kecoa, 26 September 2009

di atas sana

kau tak lebih

dari seekor kecoa

 
*sehabis turun dari pesawat

Jambu Monyet


Jambu punya pohon
Monyet punya nama
Tapi setidak-tidaknya
Monyet memeriksa
Kapan jambu matang

20090805

Tak Terkatakan


Hal yang paling menyedihkan adalah saat kita gembira tak ada orang yang bisa kita ajak tertawa. Dan hal yang paling menggembirakan adalah saat kita jatuh ada orang yang bisa membuat kita bangun kembali.

Hati dan sebuah pilihan bukanlah sesuatu yang dipaksakan. Ikuti saja kemana rasa berjalan. Hingga tahu dengan siapa diri merasa nyaman. Bukankah cinta pada hakikatnya adalah memberikan kenyamanan pada yang dicinta?

Semoga Aku Jatuh Cinta Lagi


03 Oktober 2009

Kembali kau datang
menyentuh ingat
Kau yang lalu,
pernah membawaku terbang
melintasi awan-awanmu
yang menyudut indah
melukis wujud piramida cinta
pun kerap melingkar
menghampar datar dalam ruang
menebar aroma mewangi

Kembali kuingat
saat tubuhmu menari
dalam lenggak resonansi
langgam tujuh kadang sembilan
menyuguh satu dua titik asa
menarik hasrat untuk menyatu denganmu
atau,

Ngoik...ngoik


Kau yang terpojok sendiri
meringkih di sudut
seperti anjing yang terluka
disambit kaleng bekas sarden

ngoik....ngoik...
suaramu...

hurjee...! hurjee..!
kau yg aku panggil terus berlalu...

moga kau cepat sembuh kawan.....
(...jiwamu...)

20090811

Guru


Guru yang sukses adalah guru yang mampu menghilangkan ketergantungan murid pada dirinya (Mario Teguh)

Menanti Fajar (kepada Ran)



Terlalu banyak kata
tak terucap
Menggelepar saja di benak
tak berbentuk
di panasi rasa
Menguap menjadi awan putih
lalu terbang
ke atas langit
Melintasi sepi
Mengamati sinar di kejauhan
Mereguk asa dengan tenggorokan kering
Ludahpun malas menemani sunyi
Semoga suatu saat nanti
Saat fajar menyingsing
Ada harapan embun membasahi

20100509.0049

Puisi Soe Hok Gie: "Sebuah Tanya"


Catatan kaki ke-20 Catatan Seorang Demonstran

"Sebuah Tanya"


Akhirnya semua akan tiba
Pada suatu hari yang biasa
Pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui

Apakah kau masih berbicara selembut dahulu
Memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
Sambil membenarkan letak leher kemejaku

Kabut tipis pun turun pelan-pelan
Di lembah kasih, lembah mendalawangi
Kau dan aku tegak berdiri
Melihat hutan-hutan yang menjadi suram
Meresapi belaian angin yang menjadi dingin


Apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
Ketika kudekap kau
Dekaplah lebih mesra, lebih dekat

Lampu-lampu berkelipan di Jakarta yang sepi
Kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya
Kau dan aku berbicara
Tanpa kata, tanpa suara
Ketika malam yang basah menyelimuti Jakarta kita
 

Apakah kau masih akan berkata
Kudengar derap jantungmu
Kita begitu berbeda dalam semua
Kecuali dalam cinta

Hari pun menjadi malam
Kulihat semuanya menjadi muram
Wajah-wajah yang tidak kita kenal berbicara
Dalam bahasa yang kita tidak mengerti
Seperti kabut pagi itu


Manisku, aku akan jalan terus
Membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
Bersama hidup yang begitu biru
 

(selasa, 1 April 1969)

Puisi Soe Hok Gie: Selasa, 11 November 1969



"Selasa, 11 November 1969"

Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Mekkah
Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Miraza
Tapi aku ingin habiskan waktuku di sisimu sayangku
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah mendala wangi

Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di Danang
Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra
Tapi aku ingin mati di sisimu sayangku
Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
tentang tujuan hidup yang tak satu setan pun tahu

Mari, sini sayangku
Kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku
Tegakklah ke langit atau awan mendung
Kita tak pernah menanamkan apa-apa,
Kita takkan pernah kehilangan apa-apa

(Catatan Seorang Demonstran)

Rabu, 04 Mei 2011

Jangan mengukur orang lain dengan pakaian sendiri


Ada seorang karyawan yang baik akan dimutasikan ke seuatu departemen di pabrik kimia. Namun sayangnya sang manajer di departemen baru tersebut tak menyukai si karyawan, entah dengan alasan apa. Padahal si karyawan ingin berbuat yang terbaik untuk depatemen yang dipimpin sang manajer. Rekan di departemen baru tersebut pun terkesan dengan kesungguhan si karyawan itu.

Segala cara dicari si manajer untuk menunjukkan kejelekan si karyawan. Baik yang memang benar kejelekannya yang memang fakta atau kejelekkan yang dicari-cari (ngarang.com). Suatu hari si manajer memasuki ruangan kerja si karyawan. Terciumlah bau asap rokok, keras kayak asam Dji Sam Soe. Memang sebelumnya ada seorang perokok rekan kerja si karyawan mampir ke ruangan dia sehabis dari ruang smoking area. Ditambah lagi terlihat ada bolong kecil di baju si karyawan, kecil banget. Seperti bekas terpercik api rokok. 

Kebetulan sang manajer ini perokok. Ciri-ciri tersebut langsung tersambung di benaknya karena dia terbiasa melakukan itu. Jadi tanpa berpikir panjang lagi langsung saja si manajer memaki si karyawan dan menyebarkan ke departemennya kalau si karyawan merokok di areal non-smoking pabrik. Si karyawan tentu saja membantah tudingan tersebut. Tapi apa lacur. Dia sudah diukur dengan pakaian si manajer. Dengan pakaian si manajer

Padahal si karyawan itu bukanlah seorang perokok. Baju yang ada titik bolong itu  merupakan pinjaman dari temannya yang perokok tadi. Akhirnya mulailah gunjingan menyebar kalau si karyawan merokok di areal non-smoking dan bla-bla-bla. Padahal merokok di area non-smoking di sebuah perusahaan kimia tersebut merupakan hal berbahaya. Dan itu sangat dipahami si karyawan.

 
Jangan mengukur orang lain dengan pakaian sendiri

Perokok


Aku seorang perokok.
Ketika ada percik api mengenai tanganku atau membolongi pakaianku.
Aku tak marah.
Inilah resiko sebagai perokok